Sugar Coating : Diabetes Kata
Mengenal istilah sugar coating,
beberapa waktu lalu istilah ini booming dan mulai banyak yang membahasnya,
bahkan seorang teman mengirimi saya postingan tanpa pengantar, hanya postingan
berisi sugar coating. Respon saya ketika itu “udah eneg dengan
abang-abang lambe”.
Yups, sugar coating mirip
dengan “abang-abang lambe”. Sesungguhnya dalam berkomunikasi diperlukan kalimat
“pemanis”, namun disatu sisi “pemanis” ini bisa merusak interaksi sehat. Sama seperti
kelebihan gula dalam darah dapat menimbulkan penyakit.
Lalu, sugar coating itu
apa? Apa bedanya sugar coating dan white lie? Sugar coating
merupakan perilaku bertutur kata yang bertujuan menyampaikan suatu pendapat/kritik
yang dibalut dengan kalimat manis. Mirip dengan “kebohongan putih”.
Misalnya, sebelum perlombaan
teman meminta pendapat terhadap performanya yang kurang maksimal, tapi karena
takut mentalnya down, kamu malah berkata perfomanya sudah bagus. Akhirnya kalimat
pujian manis yang dia dengarkan, tentunya ini malah membuat teman kita tidak
belajar dan tidak mengoreksi penampilannya.
Ups, kelebihan gula itu tidak
baik lho. Yups….sugar coating bisa melenyapkan atau menghasilkan
kebohongan karena informasi yang berbalut sugar coating tersebut bisa
membuat informasi kehilangan maksud dan tujuannya, dikarenakan lebih
mengutamakan “takut melukai perasaan” orang lain.
“Kebohongan putih ” berbeda dengan sugar
coating walaupun sama-sama menggunakan kalimat manis untuk menjaga perasaan
orang lain. Sugar coating biasanya berisikan fakta yang dibalut
sedemikian rupa agar tetap manis kedengarannya. Sedangkan “kebohongan putih” ya
yang namanya kebohongan, informasinya pun bohongan.
Pertanyaannya nih.. berapa kali
dalam seminggu kamu melakukan sugar coating? Sekali, dua kali? Atau berkali-kali?
Kembali lagi bahwa sesuatu yang
berlebihan dapat memberikan dampak negatif bagi diri. Sama seperti sugar coating,
saat seseorang atau diri kita terlalu sering mendapatkan feedback yang “manis”
akan membuat kita berada dalam hubungan “toxic” dan terlena terbuai rayuan.
Bahayanya “diabetes kata” bagi si
penerima
Sugar coating bisa jadi
manipulasi. Individu yang berusaha menghindari konflik dengan melakukan
sugar coating bisa memanipulasi individu lain dengan kalimat penambah manis.
Tujuan dari sugar coating tidak hanya menghindari konflik tapi juga meningkatkan
kemampuan persuasive dimana hasilnya diharapkan dapat memodifikasi pesan untuk
mengubah persepsi orang lain yang menguntungkan pribadinya.
Sugar coating bisa jadi
merendahkan. Individu yang melakukan sugar coating berasumsi bahwa lawan
bicaranya tidak memiliki kedewasaan emosional, beranggapan bahwa individu
tersebut akan marah dan bertindak agresif jika mendengarkan informasi yang sebenarnya.
Saat kita memberikan diabetes kata pada individu lain dengan tujuan tidak
menyakiti perasaan orang lain, sebenarnya secara tidak langsung kita meremehkan
orang tersebut.
Sugar coating itu menyesatkan. Saat
kita berkomunikasi dengan orang lain dan maksud dari komunikasi tersebut tidak
sampai maka kita turut andil dalam menyesatkan individu tersebut. Contoh kecilnya,
saat seorang teman membuat makanan dan rasanya asin campur super pedas, dan kamu
memaksa dirimu untuk makan bahkan menghabiskan makanan dan akhirnya kamu
memberi pujian makanan tersebut enak. Temanmu itu membuat makanan yang sama dan
membagikan kepada orang lain, dan orang tersebut berkata jujur. Akhirnya teman
tersebut merasa gagal dan kamu secara tidak langsung ikut serta menyesatkan
dia, karena tidak berkata jujur makanannya keasinan dan sangat pedas.
Sugar coating menggiring asumsi
terhadap diri sendiri hingga menghadirkan pasif agresif. Loh harusnya dia kan
merasa, kok dia tidak merasakan hal yang ganjil? Kok dia tidak peka terhadap
ini dan masih banyak asumsi- asumsi lainnya. Akhirnya kita mendumel sendiri,
dan bisa berdampak buruk pada kondisi mental. Akhirnya hubungannya menjadi
tidak nyaman.
Stop Tebar Diabetes kata…
Katakan tidak pada sugar coating…
Caranya, berkata asertif. Suka bilang
suka, bagus bilang bagus, kritik sampaikan dengan baik tanpa tambahan pemanis.
Sugar coating bukan keharusan, tapi
bisa jadi tipuan belaka.. bukan juga keahlian ataupun keterampilan karena masih
banyak komunikasi persuasive lainnya bisa digunakan dan dampaknya bertahan
cukup lama.
Kita membutuhkan gula, tapi gula
berlebihan itu juga tidak bagus. Percakapan yang manis bisa membuat sebuah
hubungan menjadi baik, namun gula berlebih pada minuman ataupun makanan bisa
membuat eneg. Begitupula dengan percakapan yang terlalu manis bisa membuat kita
menjadi “ah sudahlah, itu hanya abang-abang lambe bukan sesuatu yang fakta” .Sugar
coating bisa mengaburkan makna sebuah informasi.
Komentar
Posting Komentar