Artikel kali ini akan membahas mengenai komunikasi semu di dunia nyata. Kalimat pembuka artikel ini penulis mengutip kalimat seorang sahabat “apakah akan jauh lebih menyenangkan berkomunikasi tanpa emosi?” teknologi menghadirkan kemudahan, tak ada satupun yang dapat memungkirinya, perkembangan teknologi juga memudahkan setiap individu untuk berkomunikasi satu sama lain walaupun tidak berada dalam satu ruang yang sama. Sosial media hadir sebagai salah satu sarana mempermudah komunikasi itu. namun apa jadinya saat komunikasi di dunia nyata terselip adegan komunikasi di dunia maya.
Pertemuan di dunia
nyata seakan tidak memberikan makna, karena individu yang bertemu lebih
mementingkan penggunaan gadget, jelas pada proses ini ada yang hilang, ini
komunikasi jenis apa? Ketika bertemu tetapi seakan tidak bertemu. Lelah... satu
kalimat yang pastinya terlintas ketika penulis ditanya mengenai dinamika
komunikasi di dunia nyata-maya saat ini. Mengapa lelah? Karena saat ngobrol di
dunia maya berujung pada kopdar, maka saat itulah semangat untuk bertemu muncul,
namun mencari kesepakatan untuk bertemu seperti sebuah pencarian yang
melelahkan. Hal ini dikarenakan satu orang bisa, maka orang lain tidak bisa yang
pada akhirnya pertemuan itu batal atau mundur. Tapi ada kejadian setelah hari,
jam dan tempat telah disepakati, justru saat bertemu hanya berbincang sesaat
lalu asyik memegang gawainya. Ini lah yang penulis namakan lelah, inilah adegan
berkomunikasi tanpa emosi.
Sadarkah berapa
kali adegan di atas terjadi pada kita? Atau berapa kali adegan di atas kita
lakukan, kita sebagai pelakunya. Hmm jangan mesam-mesem, karena sekarang kita
akan fokus membahas hakikat komunikasi. Komunikasi berasal dari bahasa latin
“communicare” yang berarti menyebarluaskan atau memberitahukan. Saat seseorang
berinteraksi akan membutuhkan kemampuan komunikasi. kemampuan komunikasi yang
di maksud adalah kemampuan individu untuk menerima dan memberi berbagai macam
informasi. Individu yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dapat
menjadi pengamat, pendengar, dan berbicara di waktu yang tepat serta berempati
saat berkomunikasi.
Pertemuan yang
semu merupakan situasi dimana antara individu satu dengan individu lainnya
berada dalam satu ruangan yang sama, satu waktu yang sama, di meja yang sama
namun tatapan mata dan tangan asik bergawai ria. Pertemuan yang dibayangkan
akan berlangsung dengan asik, pertukaran informasi, berbagi cerita seakan
lenyap hanya tergantikan postingan foto dengan senyum manis di awal pertemuan.
Setelahnya setiap individu akan larut dalam kehidupan gawai, percakapan di
gawai, emosi yang berada di gawai bukan di tempat itu. tubuhku ada namun
hatiku, pikiranku ada di gawaiku, mungkin kalimat itu yang tepat untuk
menggambarkan pertemuan semu itu.
Interaksi dan
komunikasi yang ideal adalah saat individu memutuskan untuk meluangkan waktu bertemu,
saat pertemuan itu terjadi proses fokus dengan kehadiran orang yang berada
dalam satu ruang yang sama, fokus dengan menghadirkan diri di tempat itu. fokus
merasakan emosi dari setiap cerita-cerita, fokus dengan melihat tatapan
antusias saat mendengar, fokus dengan menghadirkan hati dalam pertemuan itu.
gawai hanyalah sebuah alat, yang terpenting dalam sebuah pertemuan adalah
kehadiran hati.
Komunikasi yang
terjadi dalam dunia maya bukanlah sebuah kesalahan, bukan tindakan yang salah
namun pengalaman yang diperoleh tidak sebanding dengan pengalaman saat
berkomunikasi di dunia nyata. Perbandingannya seperti ini, manusia
berkomunikasi dengan gawai dan berkomunikasi secara tatap muka lebih gayeng
mana? Lebih guyub mana dan lebih seru mana? Manusia berkomunikasi dengan
menghadirkan sisi kemanusiaan lebih lengkap di saat berkomunikasi secara tatap
muka bertemu atau berkomunikasi dengan menggunakan gawai. Individu dapat
mengirimkan emoticon tertawa ngakak saat berkomunikasi melalui gawai namun apa
ada jaminan saat memilih dan mengirimkan emoticon itu si pengirim dalam keadaan
yang sama dengan emoticon tersebut, apa ada jaminan bahwa si pengirim juga
dalam keadaan baik-baik saja.
Satu contoh nyata,
seseorang dengan gampangnya melontarkan perkataan yang menyinggung hati jomblo
di postingan media sosial, di percakapan di group, dan individu yang jomblo itu
juga membalas perkataan tersebut dengan jawaban lelucon dan seakan menertawakan
diri sendiri. apa jaminan seseorang itu menerima dengan legowo perkataan yang menyinggung
hati? Apa jaminan bahwa dia baik-baik saja hanya dengan mengirimkan balasan
percakapan yang seakan dia menertawakan dirinya. Semua itu akan terjawab saat
berkomunikasi secara tatap muka, saat berkomunikasi itu kita akan tahu bahwa
teman kita memang menerima perkataan kita, teman kita juga menganggap bahwa
perkataan itu lelucon dengan cara memperhatikan gesture tubuh, senyumannya,
tatapan matanya.
Ada yang hilang bagi individu yang memiliki harapan bertemu dan berbagi cerita, tidak bijak untuk menyalahkan teknologi .Sebuah keniscayaan bagi individu untuk melawan perkembangan teknologi terutama melawan untuk tidak menggunakan ponsel pintar atau tidak menggunakan platform percakapan di media sosial. Semua perlawanan ini akan sia-sia karena hampir semua individu menggunakan ponsel pintar dan bermedia sosial.
Saat ada individu yang tidak
menggunakan salah satu aplikasi media sosial maka saat itu lingkungan
sekitarnya akan memberikan pandangan mengenai kegunaan, kelebihan dari media
sosial, mau tidak mau individu yang diberikan pandangan secara terus menerus
akan tergerak menggunakan media sosial. Satu langkah yang bisa semua individu
lakukan supaya dapat berkomunikasi secara efektif dan tidak melelahkan adalah
bijak menggunakan media sosial secara tepat, saat berkumpul hadirkan diri dan
jiwa dalam tempat itu, berkomunikasi melalui media sosial dilakukan setelah
pertemuan itu selesai, hargailah individu yang berada di depan anda.
Komentar
Posting Komentar