Artikel
ini dimulai dengan pertanyaan singkat ingat ga siy media apa saja yang
digunakan untuk melakukan komunikasi dengan orang lain? ingat gimana waktu
melakukan pendekatan pada seseorang yang disukai? Yaaps, dulu kita hanya
mengenal aplikasi telpon lalu berkembang sms, sekarang chattingan sampai stalker.
Yuhuu, stalker cewek atau cowok yang di taksir. Nah artikel ini akan
menjelaskan fenomena pendekatan cinta jaman dulu dengan cinta jaman sekarang
tentu saja akan dibahas menggunakan salah satu teori komunikasi.
Cinta
konvensional dikenal dengan cinta yang mengandalkan pertemuaan untuk sekadar ngobrol
atau mempelajari satu sama lain. kalau ingin kenal seseorang lebih dekat pada
umumnya tahapan pertama biasanya dimulai dengan perkenalan dan obrolan ringan,
nama kamu siapa? Alamat kamu dimana? Aktivitas kamu sekarang apa? Lalu setelah
obrolan itu maka sepasang yang sedang pedekate ini bisa tau kesan pertama dari
pertemuan mereka melanjutkan pertemuan selanjutnya tentu saja dengan topik
obrolan yang lebih intim lagi waktu jaman musimnya sms biasanya nih setelah
pertemuan dan kesannya baik akan berlanjut pada sms dan telponan yang cukup
intens, sms untuk sekedar mengingatkan makan atau mengingatkan untuk ibadah
menjadi sebuah rutinitas dan bagi yang mendapatkan sms itu akan senyam senyum
sendiri dan berharap akan ada pertemuan selanjutnya. Begitupula kalau kesan
pertama membuat ilfeel ya jangan berharap obrolan akan berlanjut pada sms.
Cinta
konvensional tidak mengenal istilah stalker, tidak mengenal istilah kepoin
sosmed, di jaman cinta konvensional seseorang yang melakukan proses pedekate
membutuhkan energi yang besar hihihi, mulai dari bertanya pada teman gebetan,
mengikuti kegiatan yang diikuti gebetan, memberanikan diri untuk bertanya
langsung dan usaha yang lainnya.
Cinta
jaman “now”, atau cinta kekinian dimulai dari stalking sosial media gebetan,
hanya dengan bermodalkan nama gebetan kita bisa menemukan sosial medianya
(dengan catatan sosial medianya tidak di atur secara privat) ayooo ngaku siapa
yang seperti itu hihihi, saat ini tantangan untuk pedekate dengan seseorang
tidak sama seperti jaman cinta konvensional, tidak dapat dikatakan sebagai
pendekatan yang lebih muda tapi tantangan yang berbeda. Sekarang ini kalau mau
tahu hobi gebetan, seorang cukup “melipir” ke sosial medianya, di sosial media
itu terpapar secara lengkap, hobi yang di sukai, makanan yang disukai, tempat
nongkrong favorit, gaya busana yang disukai juga semua ada di sosial media. hal
yang berbeda dengan jaman pedekate sebelum ada sosial media kan, proses
pedekatenya pun jadi lebih mudah. Namun hubungan cinta jaman now juga memiliki
kelemahan yaitu citra diri. umumnya seseorang yang memposting hal-hal di sosial
media merupakan suatu hal yang sudah di filter, bener kan ya. Pada umumnya
sesuatu yang ditampilkan di sosial media adalah sesuatu yang sudah disaring
sedemikian rupa hingga menampilkan versi yang baik saja.
Sebelum
pembahasan lebih lanjut, yuks fokus pada citra diri. Chaplin (2006) citra diri
adalah gambaran mengenai diri individu yang sesuai dengan jati diri yang dibayangkannya.
Citra diri merupakan persepsi tentang diri kita sendiri yang kita tampakkan.
Burns (1993) memberikan gambaran citra diri merupakan gambaran yang dimiliki
seseorang tentang dirinya sendiri. Citra diri ini berkaitan dengan
karakteristik fisik baik penampilan, ukuran tubuh, cara berpakaian, pemakaian
kosmetik dan bagian dari diri yang tampak.
Seringkali
postingan di sosial media menampakkan citra diri yang positif, jarang sekali
bisa menemukan citra diri negatif yang diposting, hampir semua orang
berlomba-lomba untuk memposting sesuatu yang baik menurut dirinya. Hal itulah
yang menjadi kelemahan di cinta jaman “now”. Sebelum menulis artikel ini,
penulis mendapatkan kesempatan untuk berbincang dengan seseorang yang sempat
menjalin hubungan percintaan melalui sosial media. sebut saja dia Tuan Pr
(hehehe untuk menghormati narasumber identitas dituliskan dengan inisial saja)
singkat cerita Tuan Pr mengenal seorang gadis yang berasal dari kota Jakarta
dan mereka menjalin hubungan hanya melalui sosial media, Pr mengenal gadis itu
melalui mutual friend di sosial media facebook (jadi bisa dibayangin kan usia
tuan Pr sekarang hihihi).
Hubungan
mereka hanya sekedar bercerita mengenai kegiatan masing-masing, menjadi intens
karena cukup sering berbalas pesan di media sosial, lalu mereka memutuskan
untuk bertukar nomer telpon dan membuat kesepakatan untuk bertemu. Proses
pendekatan dilakukan melalui sosial media, saling bercerita mengenai kesukaan
melalui aplikasi pengiriman pesan. Hubungan yang mereka jalin hanya berlangsung
sekitar tiga bulanan dan memutuskan untuk berpisah begitu saja. Menurut Pr
hubungan itu tidak berlanjut karena sosok cewek yang ditemui dan yang dikenal
melalui sosial media berbeda, mulai dari penampilan hingga sikap yang
ditunjukkan. Kisah yang di alami oleh Tuan Pr belum seberapa dengan kisah Ana
syakila cewek Lebak yang mengaku tertipu oleh cowok Tulung agung. Kisah mereka
sempat viral pada akhir tahun 2017 https://www.dream.co.id/news/ngaku-sakit-akun-palsu-bikin-gadis-ini-nyasar-ke-tulungagung-1711099.html
. selain hubungan yang kandas , ada juga beberapa pasangan
yang akhirnya memutuskan untuk melangkah kejenjang yang lebih serius bahkan hubungan yang awalnya berkenalan
melalui sosial media menjadi lebih intens dan akhirnya menikah https://www.brilio.net/selebritis/5-seleb-ini-bertemu-pacar-berkat-media-sosial-ada-yang-menikah-1802071.html
.
Kaitan fenomena cinta
jaman now dan teori pelanggaran harapan.
Pembahasan
cinta konvensional dan cinta jaman “now” bisa di analisis menggunakan teori
penetrasi sosial atau teori bawang, tapi pada artikel kali ini penulis mencoba
menganalisa menggunakan teori pelanggaran harapan dari Judee Burgoon. Pada
awalnya teori ini lebih dikenal sebagai teori pelanggaran harapan non verbal,
namun seiring jalannya waktu teori ini juga digunakan untuk pembahasan diluar
non verbal. Menurut Burgoon teori ini menekankan pada orang memiliki harapan
mengenai perilaku non verbal orang lain, argumen dari Burgoon apabila terdapat
perubahan tak terduga yang terjadi dalam jarak perbincangan antara komunikator
dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman yang ambigu terhadap orang lain. makna
dari pelanggaran harapan ini tergantung pada posisi pelanggar.
Teori
Pelanggaran harapan berhubungan dengan ruang personal yang menjadi inti dari
teori ini. Hubungan ruang atau prosemik membahas mengenai cara pandang
seseorang menggunakan ruang dalam percakapan dan juga persepsi orang lain
terhadap penggunaan ruang (west & Turner,2009). Penggunaan ruang disini
memiliki pengaruh pada makna pesan. Dimana ruang personal merupakan sebuah
penggunaan ruang dan jarak seseorang yang dapat berubah-ubah. Burgoon
menekankan babhwa setiap individu memiliki keinginan untuk berafiliasi menjadi
dekat dengan orang lain namun disatu sisi individu juga membutuhkan ruang
pribadi dimana terkadang individu menginginkan adanya jarak tertentu. Ibaratnya
seperti dua sisi koin, setiap orang benci dengan keterasingan tapi sering kali
orang juga membutuhkan privasi.
Percintaan
di jaman now, yang kata orang seringkali terjadi secara instan, perkenalan
melalui sosial media, menjadi saling tertarik karena saling lempar komentar dan
like di setiap postingan, seringkali berakhir dengan kegagalan atau putus
pertemanan. Berdasarkan dari teori pelanggaran harapan yang memandang bahwa
semua individu memiliki kebutuhan berafiliasi, maka tidaklah heran kalau
beberapa individu akan mudah menjadi akrab dan menjalin hubungan dengan modal
pertemanan di sosial media. namun yang perlu diingat sesuatu yang tampak di
sosial media hanya citra diri yang positif saja. Setiap indvidu dapat berbagi
cerita maupun moment kenangan dengan begitu mudah hanya dengan menuliskan dan
mengunggahnya di sosial media, sehingga membuat kebingunan batasan antara ranah
privasi dan publik.
Zona proksemik
Menurut
Hall (dalam West dan Turner,2009) terdapat empat zona prosemik dalam
keseharian. Zona intim, zona personal, zona sosial dan zona publik. Setiap zona
ini memiliki jarak dan alasan tersendiri dalam melihat kedekatan seseorang
dengan orang lain. Pertama, zona intim memiliki jarak spasial sekitar 46
sentimeter, perilaku yang ditunjukkan pada zona ini bervariasi mulai dari
sentuhan, hingga mengamati bentuk wajah seseorang. Kedua zona personal uang
berkisar antara 46 sentimeter sampai 1,2 meter. Zona ini menekankan pada
perilaku bergandengan tangan,hingga menjaga jarak dengan seseorang sebatas
panjang lengan. Zona ini biasanya terbentuk dalam hubungan pertemanan dan
keluarga. Zona ketiga adalah sosial dengan perkiraan jarak 1,2 meter – 3,6
meter., menurut hall jarak sosial ini biasanya digunakan dalam hubungan rekan
kerja. Terakhir zona publik memiliki jarak lebih dari 3,7 meter biasanya
digunakan dalam hubungan formal di dalam kelas.
Sosial
media dapat di ibaratkan sebagai sebuah ruang, dimana timeline atau beranda
sebagai ruang publik dan platform pesan sebagai ruang pribadinya. Jarak yang
menjadi salah satu syarat dalam teori pelanggaran harapan tidak ditemukan di
dalam hubungan yang terjalin di sosial media.
sosial media tidak mengenal istilah zona intim, yang ada hanya zona
personal. Berdasarkan teori pelanggaran harapan zona personal merupakan zona
spsial yang berkisar antara 18 inci – 4 kaki digunakan untuk keluarga dan
teman, namun zona personal di sosial media bukan merupakan zona yang di ukur
jarak kedekatan tapi pertukaran intensif yang dilakukan mulai dari saling
mengirim pesan di sosial media sampai pertukuran nomer handphone dan pembahasan
yang lebih intens. Sedangkan zona publik di sosial media adalah segala sesuatu
yang di unggah di timelinenya. Kebahagiaan karena di lamar pun bisa menjadi
konsumsi publik kalau kejadian itu di unggah di sosial media, begitupula rasa
kecewa pada kekasih bisa menjadi ranah publik. Karena itu pengguna sosial media
harus memiliki aturan yang jelas mana pembahasan yang menjadi ranah publik dan
mana yang menjadi ranah privat.
Teori Pelanggaran Harapan
memiliki 3 asumsi,
Asumsi
pertama, harapan mendorong terjadinya interaksi antar manusia. Asumsi pertama
ini melihat saat individu berinteraksi, saat itupula mereka memiliki harapan.
Dimana harapan merupakan suatu pemikiran dan perilaku yang diantisipasi dan
disetujui dalam percakapan. Interaksi yang terjadi di sosial media juga
mengikuti asumsi pertama, tujuan diciptakannya sosial media untuk menjadi salah
satu sarana bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang
memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Harapan yang terbentuk saat seseorang menggunakan sosial media adalah interaksi
yang terjadi tanpa adanya kendala ruang dan waktu.
Asumsi
kedua, harapan terhadap perilaku manusia dipelajari. Sebagai contoh saat
interaksi antara sepasang kekasih, dimana saat mereka memutuskan untuk
menjalani sebuah hubungan ada harapan untuk menjalin hubungan kearah serius.
Asumsi
terakhir adalah orang membuat prediksi mengenai perilaku non verbal. Saat
seseorang menunjukkan ketertarikan maka akan terlihat perilaku non verbal yang
dapat di prediksi salah satunya dengan tatapan mata, ketika awal hubungan ada
jarak karena rasa tidak nyaman, saat ada perasaan nyaman maka jarak akan
terkikis.
Valensi Penghargaan
Komunikator
Ketika
harapan tidak sesuai dengan kenyataan, ketika dalam sebuah interaksi terjadi
sesuatu hal yang tidak sesuai harapan, maka perilaku menjauhi atau menyimpang
dari harapan tergantung dari potensi penghargaan yng diberikan oleh orang
lain.menurut Burgoon konsep penghargaan seringkali berhubungan dengan
komunikator serta nilai-nilai yang dimilikinya.
Rangsangan
Rangsangan
ini berhubungan dengan minat atau perhatian yang menungkat ketika penyimpangan
harapan terjadi. Rangsangan terdiri dari dua jenis rangsangan kognitif dan
rangsangan fisik. Rangsangan kognitif adalah kesiagaan terhadap pelanggaran .
Rangsangan fisik mencakup perilaku yang
digunakan dalam interaksi. Ketika pelanggaran harapan terjadi dalam sebuah
interaksi maka rangsangan akan meningkat, dimana akan memberikan pengaruh pada
perhatian pada pesan akan berkurang, dan perhatian akan sumber rangsangan akan
meningkat (Burgoon, dalam West dan Turner, 2009).
Batas Ancaman dan Valensi
Pelanggaran
Batas
Ancaman merupakan jarak dimana orang yang berinteraksi mengalami ketidaknyamanan
fisik dan fisiologis dengan kehadiran orang lain. ancaman yang dimaksud dalam
hal ini adalah pernyataan mengancam dari komunikator atau lawan bicara. Valensi
pelanggaran berkaitan dengan penilaian positif atau negatif dari sebuah
perilaku tidak terduga, dimana valensi pelanggaran melibatkan pemahaman suatu
pelanggaran melalui interpretasi dan evaluasi. Setiap individu akan berusaha
menginterpretasikan makna dari sebuah pelanggaran dan memutuskan apakah
pelanggaran tersebut dapat diterima atau tidak.
Berhati-hatilah dalam bermain media sosial... media sosial bisa diibaratkan sebagai teras rumah kita, dimana yang terlihat hanya bagian depan saja, isinya rumah tidak terlihat. Media sosial merupakan panggung depan, dimana setiap individu memiliki panggung belakang yang cenderung real life bukan kehidupan yang ingin ditampakkan. terkadang harapan berbeda jauh dengan kenyataan, pentingnya kita memfilter agar tetap waras dalam bermain media sosial.
Komentar
Posting Komentar