Langsung ke konten utama

belajar dari aksi 22 mei 2019



Source : Google
Pesta demokrasi 2019 telah usai, KPU telah menetapkan hasil pemenang pertarungan ini pada tanggal 21 mei 2019 dini hari. Mungkin sebagian besar mengatakan ini selesai, namun keputusan penetapan dini hari ini menyisakan tanda tanya, walaupun tak ada satupun peraturan yang dilanggar. Masyarakat bergejolak dari pantauan status postingan baik di facebook maupun twitter terlihat jelas netizen terpecah jadi dua, ada yang mengucapkan selamat dan bersorak gembira namun sebagian juga sangat jelas mempertanyakan, menuliskan satire atas keputusan ini.
source : Google

Source : Google

Puncaknya pada tanggal 22 mei 2019, massa mendatangi kantor Bawaslu, mulai dari aksi damai hingga berujung aksi kekerasan. Berbagai komentarpun keluar, dari mendukung aksi massa tersebut hingga menyayangkan bahkan menghujat aksi tersebut. Ya netizen negara berflower selalu memiliki keunikan dari setiap komentar-komentar di sosial media. aksi 22 mei pun tidak luput dari persebaran berita bohong, penulis bahkan mencatat dalam satu kali postingan yang memang tidak menyukai pemerintahan saat ini bisa membagikan lebih dari satu kali status, foto bahkan video yang berisikan hoaks tentu saja dengan tujuan menjatuhkan pemerintah. Salah satu hoaks yang paling marak adalah polisi yang di turunkan untuk menjaga aksi 22 mei dari negeri China, dengan judul di shoot tv one hanya bisa bahasa China, hanya karena asumsi mata polisi tersebut sipit. Hoaks ini sudah berhasil di debunk https://turnbackhoax.id/2019/05/22/salah-bukan-hoak-tau-ini-nyata-di-shoot-tv-one-cuma-bisa-bhs-cina/  Nah kan dari sini saja terlihat jelas streotipenya. Padahal ya bangsa indonesia itu terdiri dari berbagai ras, ya wajar aja kali kalau ada yang bermata sipit, wong mbahku saja jelas-jelas jaa tulen turunan Mojopahit bermata sipit persis orang China. Kesimpulannya, saat ini terjadi Pertarungan politik antara aku suka dia, atau aku tidak suka dia berdasarkan streotipe yang sudah dibentuk. Tentu saja hal itu terjadi karena banyaknya berita bohong yang beredar.

Source : Google
Persebaran berita bohong yang terus terjadi pada aksi 22 mei, akhirnya membuat satu yang tentu saja menimbulkan pro dan kontra. Pemerintah melalui menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara melakukan pembatasan fitur media sosial, dimana pembatasan ini bersifat sementara dan bertahap. Pembatasan fitur media yang dimaksud adalah pembatasan mengirim foto dan video melalui aplikasi media sosial. Berdasarkan keterangan dalam konferensi pers MenKominFo mengatakan bahwa persebaran berita bohong paling banyak dilakukan melalui media pengiriman pesan,sehingga pihaknya memperlmbat akses tersebut. https://techno.okezone.com/read/2019/05/22/207/2058983/aksi-22-mei-pembatasan-akses-media-sosial-hingga-2-atau-3-hari-ke-depan
langkah pemerintah menuai reaksi beragam, di satu pihak ada yag gencar melayangkan protes karena mata pencaharian mereka tersendat para pedagang online yang melancarkan protes dengan menggunggah postingan melalui sosial media, lalu pihak lain menerima dengan cara berusaha mengakses sosial media dengan fitur tambahan. Pihak yang lain juga ada yang tidak menerima bahkan menuliskan status provokatif, walaupun media sosial di blokir kami masih bisa mengakses menggunakan VPN (virtual private network) ngaku saja pasti banyak yang baru mengenal istilah VPN setelah pembatasan fitur media sosial. Ya begitulah gambaran netizen negara berflower jangan bertanya saya di pihak mana, karena melalui artikel ini saya ingin berdiri di posisi netral tidak membela atau tidak menghujat siapa-siapa. Apa bisa bersikap netral? Mungkin netral secara penuh juga susah ya tapi paling tidak, saya menjadi sosok yang bersikap tidak menghujat baik pemerintah atau peserta aksi.
source Google


Lets start... pertama kita menoleh kebelakang sudah berapa lama Indonesia merdeka? Lalu tengok lagi ke belakang sudah berapa lama Indonesia mengalami reformasi? Ibarat bayi indonesia dan masyarakat masih sedang belajar merangkak, butuh generasi baru yang benar-benar fresh untuk membuat perubahan. Jaman baheula informasi yang di peroleh sangat dibatasi, dari hasil ngobrol dengan salah satu teman yang masih menikmati jaman sebelum reformasi, informasi hanya di dapat dari sumber-sumber yang sudah ditunjuk oleh pemerintahan, dulu ada yang namanya departemen pemerintahan. Setelah reformasi segala sesuatu bisa di akses, terlebih lagi setelah masuknya gempuran teknologi semua dapat memperoleh informasi hanya dengan ketikan jari di smartphonenya. Nah itu dia gempuran teknologi ini yang tidak di imbangi dengan edukasi di masyarakat, salah satunya edukasi bagaimana bijak bermedia sosial. 

source Google
Kedua, kalau nih kita menghujat pemerintah apa menyelesaikan masalah? Tidak kan. Yuks kita bedah lagi permasalahan kedua, kok bisa aksi 22 mei terjadi? kalau pendapat penulis nih karena kurangnya pendidikan politik yang diperoleh oleh masyarakat. Coba kita tengok lagi, siapa peserta aksi? Dari berbagai tayangan peserta aksi yang berhasil di tangkap oleh aparat keamanan adalah remaja, remaja yang masuk dalam masa perkembangan membentuk identitas diri. coba bermain twitter kita akan disuguhkan video salah satu remaja yang masih sekolah berteriak dengan lantang akan membunuh kepala negara, namun saat di tangkap remaja tersebut di suruh reka ulang adegan teriak-teriakan seperti di radio tidak bisa dilakukan, kemudian netizen +628 mengomentari dengan kata-kata mengejek. Ah sungguh di sayangkan, marah kesal boleh tapi menghujat jangan, remaja ini masih bisa di bentuk tentu saja dengan lingkungan sosial yang kondusif. Hmm, btw menurut kalian remaja seusia seperti itu apa sudah mendapatkan pendidikan politik yang pas? Apa sudah tau kalau politik adalh politik. jawabannya tentu saja belum.

source : Google

Ketiga, sebenarnya masih banyak yang bisa di tuliskan tapi, penulis langsung pada kesimpulannya saja heheh. Nah kesimpulannya stop menghujat, jadikan proses pemilihan umum tahun 2019 ini sebagai prose belajar politik bagi masyarakat. Oh ternyata dalam politik tidak ada teman atau musuh sejati, oh dalam politik bisa melakukan speak-speak untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Bahkan dalam politik bisa mempertaruhkan kebebasan. Kalau sudah begini begitu mau tidak mau secara perlahan netizen +628 bisa belajar. Tentu saja belajar dari sejarah. Pemilihan Capres dan Wapres pada tahun 2019 ini sebatas suka atau tidak suka, semoga di pemilu yang akan datang di penuhi kandidat wajah baru yang fresh sehingga tidak hanya pertarungan suka dan tidak suka. 

source Google


source : Google
Tulisan ini bukan hujatan tapi hasil pikiran seorang perempuan yang akan mempunyai anak, dan memikirkan bagaimana nasib anak ke depan kalau dunia isinya hanya berupa hujatan.
Bijaklah bermedia sosial, galangkan edukasi bermedia sosial.
Stop hoax... cek beritanya, lihat sumbernya, saatnya kembali beralih pada media yang memiliki kredibilitas.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review The Alpha Girls Guide

 The Alpha Girls Guide Buku yang ditulis oleh om piring @hmanampiring . Diterbitkan oleh @gagasmedia (sudah 14 kali cetak)  Om piring menulis buku ini sebagai respon atas pertanyaan "cewek itu harus berpendidikan tinggi nggak sih? Ujung-ujungnya di dapur juga, kasih alasan kuat dong kenapa cewek harus berpendidikan tinggi? "  Pertanyaan pematik ini, pertanyaan yang komplek dan sering banget muncul, nah im piring menjawab pertanyaan ini dengan elegan berdasarkan pengamatan dan juga riset.  Buku ini terdiri dari 9 bagian yang di awali dengan bagian apa itu alpha female hingga your alpha female.  Saya tertarik beberapa kalimat dalam buku ini  1. Status alpha adalah status di dalam sebuah kelompok, artinya bergantung pada pengakuan anggota kelompok lain (tidak melabeli diri sendiri)  2. Miss independent belum tentu alpha female, tapi alpha female sudah pasti miss independent (ada bbrp prinsip penting dlm diri alpha female)  3. Alpha girls melihat pend...

Berteman dengan stress? wajar ga siy?

  Stress ? wajar ga siy? Buka tiktok eh fypnya tentang stress, butuh healing... dan generasi Z sering mendapat klaim mudah kena mental, mudah stress dan cap lainnya... nah artikel kali ini akan mencoba menjawab beberapa pertanyaan yang sering muncul ketika membahas tentang stress. Pertanyaan pertama... Stress itu normal ga siy? .. tentu saja normal.. semua orang pasti memiliki stress dan bahkan mungkin saat membaca tulisan ini teman- teman sjawabannyaedang stress.. karena stress merupakan kondisi individu yang mengalami  ketidakseimbangan antara harapan dan juga kenyataan dan juga stress bisa berarti sebagai reaksi individu dari perubahan dan juga tekanan yang dialami.  Stres adalah bagian alami dan penting dari kehidupan, Stress tidak wajar saat terlalu berat, dan durasinya lama.  Pertanyaan kedua,.. Apa saja pemicu stress?  ... Trigger tiap orang terhadap stress berbeda-beda namun yang pasti saat individu mengalami tekanan, mengalami ketidaknyamanan karena per...

Rekayasa sosial bukan hipnotis (3)

   Manipulasi individu memiliki kemiripan dengan rekayasa sosial, bahkan mungkin dapat dikatakan perbedaannya setipis tisu dibagi dua.  Bedanya dimana? hanya pada kegiatan manipulasinya, dimana rekayasa sosial memiliki tujuan memanipulasi individu agar dapat membagikan informasi yang seharusnya tidak dibagikan, mengunduh perangkat lunak yang tidak dipercaya ataupun juga mengklik situs website yang tidak seharusnya di klik.  Umumnya rekayasa sosial untuk mendapatkan informasi penting terkait data pribadi ataupun nomer rekening dan memiliki fokus pada cuan.  Rekayasa sosial umumnya menggunakan taktik psikologis dengan menimbulkan rasa takut pada target. Misalnya saja pemberitahuan dari orang tidak dikenal mengenai kartu kredit anda sudah jatuh tempo, jika tidak dibayar segera akan ada sanksi. Selain itu juga, rekayasa sosial memanfaatkan sisi baik dari target yaitu dengan tindakan butuh bantuan dari target sehingga target akan mememnuhi kebutuhan pelaku. Misalnya ...