Source : Google |
Indonesia
terkenal memiliki kebudayaan dan pentas kesenian yang beraneka macam ragamnya. Salah satu kesenian yang
terkenal adalah wayang. Wayang
kulit, wayang golek dan wayang beber. Wayang beber adalah salah satu jenis
wayang yang terdapat di nusantara, dimana wayang beber dimainkan oleh dalang
dengan cara membeber. Wayang beber merupakan wayang yang digambar di atas
kertas yang berisi gambar- gambar. Kertas yang berisi gambar tersebut menceritakan adegan dari suatu lakon.
Sutarso (1983) Ambeber memiliki pengertian membentangkan dan menjelaskan, dalam
pengertiannya membentangkan rangkaian gambar yang dilukis di atas panil kertas,
dan menjelaskan arti gambar- gambar melalui cerita dalang.
Asal usul
wayang beber dapat dilihat pada kitab Centini yang menceritakan asal usul
wayang Purwa. Menurut
Kitab Centini kesenian wayang pada awalnya diciptakan oleh Raja Jayabaya dari
kerajaan Mamenang atau Kediri. Pada
abad ke 10 Raja Jayabaya
berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya yang di gambarkan di atas
daun lontar. Dimana,
bentuk gambaran wayang tersebut meniru gambaran relief cerita Ramayana dari
Candi Penataran di Blitar. Raja
Jayabaya merupakan pengagum cerita Ramayana. Figur tokoh wayang pertama yang
digambarkan adalah Batara Guru sebagai perwujudan dari Dewa Wisnu. Seiring
perkembangan jaman, pada jaman Jenggala kegiatan penciptaan wayang semakin
berkembang. Pada
masa Raden Panji Rawisrengga atau dikenal sebagai Sri Suryawisesa giat
menyempurnakan bentuk wayang purwa, mengumpulkan dan menyimpannya dalam peti.
Polemik yang
berkembang saat itu gamelan dan wayang di anggap sebagai kesenian yang haram
karena berbau hindu sehingga memberikan pengaruh terhadap perkembangan kesenian
wayang itu sendiri. Untuk mengurangi polemik tersebut maka pengikut islam dan
para wali menciptakan bentuk baru dari wayang purwa dengan bahan kulit kerbau
yang agak ditipiskan dengan wajah digambarkan miring, ukuran tangan di buat
lebih panjang dari ukuran tangan manusia sehingga sampai di kaki. Wayang ini
memiliki warna dasar putih yang dibuat dari campuran bahan perekat dan tepung
tulang, sedangkan pakaiannya dicat
dengan tinta. Pada
masa ini terjadi perubahan besar-besaran salah satunya menggunakan pohon pisang
sebagai alat untuk menancapkan
wayang, menggunakan blencong sebagai sarana penerangan dan menggunakan kotak
sebagai alat menyimpan wayang.
Wayang beber
sebagai seni wayang yang berkembang di masa praislam. Dinamakan wayang beber
karena beberan lembaran-lembaran yang dibentuk menjadi tokoh-tokoh dalam cerita
wayang Mahabrata maupun Ramayana. Gambar-gambar di buat dari satu adegan
menyusul dengan adegan lain dan di ceritakan satu demi satu oleh dalang. Satu
cerita wayang beber biasanya terdiri dari lima atau enam gulungan.
Versi lain dari
kemunculan wayang beber di ceritakan oleh Bagyo Suharyono (2005) dimana wayang
beber dimulai sejak jaman kerajaan Jenggala pada tahun 1223 M, wayang pada masa
ini berupa gambar-gambar pada daun siwalan atau lontar, proses melukisnya juga
dengan menggariskan gambar pada lontar yang masih basah, menunggu helaian daun
mengering dan menjadi keras serta tahan lama. Garisan yang dilukiskan pada daun
ini akan membekas dan sukar hilang dan ahirnya menjadi gambar di atas daun lontar.
Rangkaian lontar ini di ikat menjadi semacam buku dengan tali atau benang.
Saat ini wayang
beber memiliki dua jenis yaitu wayang beber pacitan atau dikenal sebagai wayang
beber tradisi dan wayang beber kontemporer. Wayang beber tradisi adalah
lukisan yang ada sejak jaman Majapahit, dimana wayang beber ini merupakan
hadiah yang diperoleh oleh KI Noloderma yang telah berhasil membantu
menyembuhkan putri raja Brawijaya V. Wayang
beber ini menceritakan perjalanan cinta panji Asmoro Bangun dengan Dewi Sekartaji. Wayang beber Pacitan ini
terdiri dari enam gulungan yang berisikan 24 adegan. Wayang beber ini merupakan
pertunjukkan gambar. Wayang beber pacitan ini harus di simpan secara turun
temurun dan tidak akan diberikan kepada yang bukan garis keturunannya.
Wayang beber
Pacitan memiliki latar belakang berwarna biru, merah dan oranye seperti warna
motif permadani, ragam hias gambar di ambil dari pohon dan bunga. Di pinggiran atas di
beberapa tempat, pelukis menggambar beberapa tokoh tambahan. Sehingga dalam gulungan
tidak ada tempat kosong. Tokoh-tokoh
di wayang beber ini di gambarkan
sebagai boneka wayang dan memiliki cerita Panji dan kebanyakan tokoh
digambarkan dari samping dan mempunyai dua mata.
Gambar 1 Wayang
Beber Pacitan Sumber :http://pacitan-news.blogspot.co.id/p/blog-page_1378.html
Gambar
2 Wayang beber Pacitan Gulungan 2 Sumber :http://pacitan-news.blogspot.co.id/p/blog-page_1378.html
Wayang
beber modern atau wayang beber kontemporer
Dani Iswardana
seorang pelukis yang konsen melukis wayang beber kontemporer. Dani Iswardana dikenal dengan wayang beber kota,
dimana gambar wayang beber kota yang dia lukis tetap berpatokan pada wayang
tradisi yang masih ada di Pacitan dan Wonosari, hanya saja cerita dan latar
belakang wayang beber kota menyesuaikan dengan keadaan saat ini. Berdasarkan
dari hasil wawancara penulis dengan Dani Iswardana wayang beber kota menjadi
penghubung antara wayang beber tradisi dengan masa lalu menuju masa depan ada
benang merahnya. Wayang beber kota lebih menekankan pada aspek visual karena
latar belakang dari profesi mas Dani Iswardana sebagai seorang pelukis.
Menurut Dani
Iswardana perbedaan antara wayang beber tradisi dan wayang beber kotemporer
khususnya wayang beber kota cerita yang di lukiskan lebih bersifat general.
Wayang beber tradisi masih menceritakan mengenai suasana kerajaan, adat dan etika kerajaan,
strata kerajaan, bagaiamana sikap duduk seorang raja duduk berhadapan dengan
rakyat jelata juga digambarkan secara detail di wayang beber tradisi. Hal ini
tidak terlihat pada wayang beber kota, wayang beber kota menggambarkan semua
manusia mempunyai strata yang sama. Pada masanya wayang beber tradisi mengakar
kuat jadi ceritanya rakyat dan di sukai pada masanya misalnya cerita timun
emas. Wayang beber kota yang dibuat oleh Dani Iswardana menyesuaikan dengan
keadaan lingkungan saat ini, ruang yang terbatas, sehingga ceritanya hanya
dibuat dengan tiga atau empat jagong dalam satu kali pementasan. Wayang beber
kota memiliki cerita yang lebih bersifat universal tidak hanya bercerita
mengenai panji atau wayang purwa lainnya.
Ide dari gambar
yang dilukiskan menjadi wayang beber kota menyesuaikan dengan fenomena yang
sedang menjadi permasalahan saat ini. Gambar dalam wayang beber kotentemporer
khususnya wayang beber kota yang di buat oleh pelukisnya dengan tujuan
menjadikan wayang beber ini sebagai jembatan untuk menyampaikan pesan yang di
inginkan oleh pelukisnya, jembatan antara masa lalu wayang beber tradisi dengan
kehidupan saat ini. Walaupun wayang beber kota merupakan wayang beber masa
kini, namun dalam proses pembuatan gambar dan melukisnya tetap tidak
menyampingkan wayang tradisi, karena wayang tradisi merupakan akar dari wayang
beber saat ini.
Wayang beber
merupakan gambar yang bercerita, pelukis tidak memiliki script tulisan mengenai
adegan gambar-gambar tersebut, namun saat seseorang yang akan menjadi dalang
dan membawakan cerita wayang beber akan melakukan diskusi atau brain storming
sebelum tampil mengenai makna dalam setiap adegan. Pelukis wayang beber ini
memiliki keyakinan bahwa gambar visual memiliki makna dan arti yang banyak,
karena setiap gambar bisa bercerita tergantung dari imajinasi orang yang melihat. Seorang dalang bisa
mempunyai imajinasi yang berbeda dengan pelukis, hal ini adalah hal yang wajar namun satu
hal yang tidak dapat di kesampingkan adalah maksud dari pelukis tetap harus
tersampaikan dalam pementasan tersebut. Wayang beber kota ini tidak memiliki
segmentasi khusus karena semua individu menjadi sasaran target, hal ini
berdasarkan dari hasil wawancara yang menyatakan bahwa wayang merupakan memori
bersama yang di miliki oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat jawa.
Teori Feeling As Information
Schwarz (2010)
Teori feeling as information atau teori informasi berdasarkan perasaan
merupakan sebuah konsep penilaian
yang diperoleh melalui pengalaman subjektif inidividu yang meliputi perasaan,
emosi, pengalaman metakognitif dan sensasi tubuh. Teori ini memiliki asumsi
bahwa informasi diperoleh
dari perasaan yang di miliki oleh setiap inidividu, dimana setiap individu dapat memiliki perasaan
yang berbeda terhadap informasi yang diperolehnya. Penilaian berdasarkan
informasi dari perasaan yang benar dapat memberikan dampak semakin kuatnya
sebuah informasi, namun perasaan tersebut
juga dapat memberikan pengaruh negative terhadap sebuah informasi.
Tiga aspek penting dalam
teori informasi berdasarkan perasaan menurut Schwarz (2010) adalah sebagai
berikut :
1.
Teori
ini menemukan bahwa individu menjadikan perasaan sesaat yang muncul sebagai
dasar dalam memberikan penilaian terhadap informasi yang di terima. Pertanyaan
mendasar pertama saat menerima informasi adalah “bagaimana perasaan saya
terhadap informasi itu?”
2.
Menurut
teori ini individu bertindak sesuai dengan informasi yang diperoleh dari
perasaannya.
3.
Aspek ketiga adalah pengalaman pengetahuan yang dimiliki
oleh setiap individu.
Kaitan teori
dengan wayang beber :
Ketika
melihat gambar, baik gambar wayang beber ataupun lukisan setiap individu akan
menginterpretasikan gambar secara berbeda-beda. Hal ini bisa di bedah
menggunakan sudut pandang teori informasi perasaan.
Teori feeling as
information ini melihat visual dan imajinasi dari individu. Individu akan
melihat, lalu pengalaman yang dimiliki individu memunculkan sisi mood (suasana
hati) dan emosi. Mood dan emosi yang muncul bisa berbeda antar individu karena
pengaruh perbedaan pengalaman.
Seorang dalang
akan mengkolaborasikan moods (suasana hati) emotions audiens agar bisa larut
hanyut dalam pengalaman pengetahuan cerita yang di miliki oleh dalang. Dimana
setiap dalang akan memiliki pandangan berbeda dalam mengimajinasikan gambar-
gambar di dalam setiap jagong.
Wayang beber
merupakan salah satu wayang yang kaya akan simbol-simbol. Pelukis wayang beber
memberikan “lahan” kesempatan kepada dalang untuk mengeksplore setiap simbol
yang di lukiskan. Tentu saja hal itu berdasarkan dari moods, emotion dan
kognitif experiences yang dimiliki oleh dalang.
Audiens pun yang
melihat pertunjukan wayang beberpun memiliki pandangan atau pengetahuan dasar
terhadap cerita yang di tampilkan, namun untuk audiens dalam memandang cerita
masih dalam taraf sederhana.
Wayang beber
kontemporer yang di lukis oleh Mas dani Iswardana menjebatani kondisi masa lalu
dan masa kini, dimana dalam setiap cerita akan menampilkan gambaran masa lalu
lalu beranjak pada gambaran saat ini dan gambaran yang akan terjadi. wayang
beber ini dapat menjadi media dalam pendidikan, baik dari segi experiences,
imagination dan feeling untuk diri sendiri maupun pihak lain yang melihatnya.
Analisis ini
menunjukkan bahwa wayang beber ini dapat masuk di segala aspek usia dan
pendidikan, selain itu juga saat seseorang menonton pertunjukkan wayang beber,
akan membangkitkan dan berimajinasi, berpadu dengan experiences dan perasaan.
Setiap individu bisa berimajinasi, tidak ada larangan dalam berimajinasi
menafsirkan cerita wayang beber, namun saat ini masyarakat seperti awam dengan
pertunjukkan wayang beber, tugas kita generasi sekarang untuk membangkitkannya dengan
cara bergerak memperkenalkan wayang beber di dalam kegiatan belajar mengajar.
Artikel ini untuk Jagongan Panji di Desa Paras Kembang Belor Pacet, 14 April 2019. sebelum mengikuti jagongan Panji, penulis memiliki kesempatan untuk berdiskusi langsung dengan pelukis wayang beber mas Dani Iswardana.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus