Lunturnya Emphaty
Source :: Google |
Linimasa
ramai memberitakan kasus kekerasan yang di alami sosok remaja berusia 14 tahun. Pemberitaan
mengenai kasus ini mencuat dengan berita terjadi percobaan pemerkosaan. Awalnya semua menduga yang melakukan
adalah seorang lelaki seperti kasus pada umumnya tapi kali ini saya
dan masyarakat tercengang ketika membaca kronologis kasus ini, dua belas anak
perempuan yang masih menempuh pendidikan sekolah menengah atas melakukaan kekerasaan kepada Au.
Namun terjadi perbedaan keterangan dari pihak
kepolisian dan postingan - postingan di sosial media. Terlepas dari kronologis
yang benar, tulisan ini akan membedah
mengenai rasa emphaty.
Postingan-postingan
di media sosial maupun media konvensional lainnya berbondong-bondong membahas
kasus ini. Kronologis kejadianpun bisa dengan mudah masyarakat aksesbaik
melalui media sosial maupun dari pemberitaan online. Setiap kali melihat, membaca kisah
AU, hampir semua ikut merasakan sakit yang di alami AU, hampir semua
ikut menangis dan ikut marah. Semua ingin memeluknya dan mengatakan tenang kami
semua disini.Kami akan ada menemanimu menata hari.
Perasaan
sakit yang kita rasakan saat membaca kasus AU merupakan rasa Emphaty.
Allport (1965) empathy merupakan perubahan imajinasi seseorang kedalam pikiran,
perasaan, dan perilaku oranglain. Zoll dan Enz (2012) mengartikan empathy
sebagai kecenderungan seseorang untuk memahami apa yang di pikirkan dan rasakan
pada situasi tertentu. Salah satu aspek dalam emphaty adalah kognitif, dimana
individu yang berempati melibatkan kemampuan kognitifnya untuk memahami kondisi
mental dan emosional orang lain (Borke, 1971).
Source : Google |
Perasaan
sedih, kecewa dan marah netizen yang muncul dalam bentuk komentar-komentar
hujatan pada pelaku kekerasan merupakan bentuk simpati, dimana simpati
merupakan salah satu bentuk empathty. Simpati merupakan respon afektif yang
terdiri dari perasaan menderita, atau perhatian untuk orang yang menderita dan
yang memerlukan bantuan.
Ajaib
bin ajaib, kabar yang beredar mengenai perilaku respon pelaku kekerasan pada AU.
Kok bisa mereka tersenyum, merasa tidak bersalah bahkan sempat untuk melakukan
swafoto saat di kantor kepolisian mana rasa sakit mereka sesama perempuan?
Pertanyaan- pertanyaan itu banyak di jumpai dalam komentar netizen. Semua
hujatan diterima oleh dua belas remaja yang menjadi pelaku. Bermunculan
petisi-petisi yang meminta dukungan agar kedua belas anak ini di hukum berat.
Perbuatan
yang mereka lakukan terhadap AU memang perbuaatan yang tidak pantas tapi
coba kita tengok sesaat sebelum sibuk menghakimi. Korban dan pelaku adalah
remaja, dimana remaja merupakan periode masa kebingungan mengenai identitas
diri mereka. Saat berada di periode ini, anak remaja memiliki semangat untuk
mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok atau geng- geng tertentu
(Erickson). Lingkungan memberikan pengaruh besar pada kehidupan remaja,
lingkungan pula dapat membentuk perilaku agresif. Seseorang dapat melakukan
perilaku agresif saat mereka tidak mempunyai ketremapilan memadai dalam
mengelola problem sosial sehari-hari. Menurut Bandura, perilaku agresif
merupakan hasil dari proses belajar sosial melalui pengamatan terhadap dunia
sosialnya.
Hampir Semua netizen berusaha mengadili mereka,
menghukum mereka dengan berbagai makian dan kalimat kasar. Tapi kita lupa, kita
lupa untuk melihat diri kita, menengok kembali keseharian kita. Kita sibuk
menghujat mereka, tapi kita lupa untuk bercermin. Sudah “sehatkah” kita? Sudah
sempurnakah kita sebagai orang dewasa?
Source : Google |
Kita
lalai, kita lupa pelaku tersebut adalah anak-anak kita juga, pantaskah kita
menghujat mereka dengan berbagai kalimat sumpah serapah? Pantaskah kita
menghakimi mereka dengan tuntutan penjara? Apa dengan hukuman kurungan akan
menuntaskan bahkan menyelesaikan kasus ini? Apakah jeratan jeruji besi akan
menghadirkan kembali rasa emphaty yang mulai luntur?
anak ini sedang “sakit”, dalam kasus ini tidak
hanya AU yang menjadi korban. Pelaku juga korban dari lunturnya rasa
emptahy. Individu yang memiliki emptahy merupakan individu yang memiliki
keahlian yang terkait dengan persoalan komunikasi, perspektif dan kepekaan
dalam pemahaman sosio emosional orag lain. emphaty akan memberikan kemampuan
untuk membedakan atau menselaraskan kondisi emosional dirinya dengan orang
lain. tanpa kemampuan berpikir yang memadai individu dapat keliru atau meleset
dalam memahami kondisi orang lain, karena realitas sosial yang di tangkap tidak
sesuai dengan realitas yang sebenarnya terjadi. kedua belas anak remaja ini
sedang “sakit” karena kurang bisa merasakan rasa sakit yang di alami oleh
korban. Mereka tidak memiliki kemampuan berpikir untuk memahami keadaan korban,
karena yang mereka lakukan bentuk dari agresivitas.
Sadarkah
kita, saat kita sibuk dengan euforia politik identitas agama menghujat agama
lain dan mengagungkan agama kita sendiri itu merupakan salah satu bentuk
lunturnya emphaty.
Sadarkah
kita, saat kita sibuk dengan euforia politik cebong dan kampret, kita menghujat
satu sama lain yang berbeda pilihan, itu juga sebagai salah satu bentuk lunturnya
emphaty.
Kita
lupa anak-anak kita melihat perilaku kita dan menirunya. Jangan sibuk
menghakimi orang lain sebelum kita memiliki kesempurnaan. Emphaty akan kembali
hadir saat kita melihatkan indahnya welas asih, saling menyayangi sesama
individu.
Kata
maaf dari pelaku tidak akan cukup untuk menyembuhkan rasa sakit yang di derita
oleh AU, namun dengan permulaan kata maaf dari mereka untuk AU
merupakan salah satu wujud welas asih. Mungkin sebagian orang akan mengatakan
penulis tidak bijak, ketika mengatakan
berikanlah maaf pada kedua belas anak itu, dengan memaafkan kita memberikan
contoh kasih sayang pada mereka. Karena mereka juga adalah korban dari
lunturnya emphaty.
Peluklah AU dan kedua belas anak itu.
Tulisan ini di racik tgl 10 April 2019 (berdasarkan postingan2 di sosmed)
.... (Kemaren juga mengirimkan artikel ini ke salah satu SKH tapi blm di posting atau mungkin perlu pembenahan lagi ) hihihi
akhirnya di posting di salah satu harian online.. http://jurnalmojo.com/2019/04/12/lunturnya-emphaty/
akhirnya di posting di salah satu harian online.. http://jurnalmojo.com/2019/04/12/lunturnya-emphaty/
Source ; Google |
Komentar
Posting Komentar