Hay apa kabar? Udah
nikah belum? Kapan ni nikahnya?
Hay, lama ga ketemu
udah punya anak berapa sekarang?
Kapan nambah anak?
credit by google |
Dan berbagai pertanyaan lainnya akan di jumpai dalam sebuah
percakapan ...
Artikel
ini di tulisan dari hasil survei observasi dan pengalaman pribadi penulis 😆😂
(bisa di katakan sebagai bentuk kegalauan hati)
Pertama mari kita merunut dulu ke masa lalu (bukan melihat
kenangan bersama mantan ya) melihat sejarah.
Generasi jaman dulu yang terdiri dari jaman nenek, orangtua kita pernikahan terjadi di usia
muda, perempuan di usia 15,16 17 tahun
sudah banyak yang di nikahkan oleh orangtuanya,
baik menikah karena dasar suka sama suka atau di jodohkan. Saya pun
bertanya pada mbah "mbah dulu menikah usia berapa? Mbah saya menikah pada
usia 17 tahun dan punya anak dalam waktu satu tahun menikah. Dan ingatkan
semboyan jaman dulu " Banyak anak bnyak rejeki"
Nah, tidak herankan saat berkomunikasi entah basa basi
atau memang perduli selalu ada pertanyaan kapan nikah? Suamimu atau istrimu
kerja dimana? Sudah punya anak berapa? Kapan punya adik, bahkan sekarang ada
meme "kapan kamu mati?" mungkin bagi yang bertanya menjadi sebuah
bentuk pertanyaan perhatian, tapi respon dari yang di tanya ini bisa mengarah
pada perasaan cemas bahkan stress.
Jaman sekarang dengan derasnya arus teknologi membuat
perubahan dalam masyarakat, perempuan
usia 15- 16 tahun masih di kategorikan sebagai anak belum dewasa dimana mereka
masih berada dalam UU perlindungan anak.
Usia 15, 16 tahun anak masih di menjalani wajib sekolah 9 tahu yaitu
antara kelas 8 dan 9 sekolah menengah pertama.
Hmm, sekarang ini perempuan
berusia di atas 30 saja masih ada yang belum menikah karena berbagai penyebab ya, dan hal itu bukan sebagai sesuatu yang aneh.
Perkembangan teknologi memberi dampak perubahan dalam cara
berpikir dan bersikap individu. Saat ini pikiran seseorang dapat di pengaruhi
oleh hal apa yang dipelajari,interaksi dan bahan bacaannya. Penulis membagi dua
karakteristik masyarakat sekarang ini masyarakat berpikir kolektif dan
masyarakat berpikir individualis
Masyarakat yang berpikiran kolektif cenderung masih
menggunakan cara berpikir yang lama, cenderung tanpa sadar mengikuti perilaku
orangtua jaman dulu dan jamannya, dimana perempuan usia muda sudah banyak yang
menikah (istilahnya siy nyawang jaman biyen)
Masyarakat berpikir individualis lebih condong berpikiran
pernikahan itu urusan pribadi bukan sesuatu yang harus di gembor-gemborkan, toh
kalau menikah akan ada undangan, karena proses menuju pernikahan berbeda-beda
yang di jalani oleh setiap orang. (kalo saya siy selalu menjawab doanya saja,
walaupun ada yang mengatakan nanti ga jadi loh, cukup d mesemin saja, mesem
kecut seperti mangga muda hahhahah )
credit by google |
Sudah ah curhat colongannya .... Sekarang fokus ke
teorinya, nah pertanyaan-pertanyaan tentang kapan ini akan saya analisis
menggunakan teori social intelligence
Sudah pernah mendengar kata social intelligence? Konsep
ini di populerkan pertama kali oleh eyang
Thorndike sekitar 1920, pendapat eyang Thorndike social intellegence
lebih mengarah pada perasaan memahami antara laki-laki dan perempuan,
perempuan dan laki-laki serta bertindak
secara bijak dalam hubungan manusia.
Social intelligence merupakan kemampuan individu untuk
memahami interakasi dan keadaan orang lain. Seseorang yang memiliki kecerdasaan
soial mampu berkomunikasi secara baik dengan menggunaksn pikiran dan kemampuan
membaca gerak tubuh orang lain.
Saat kamu, ya kamu yang bertanya mengenai "kapan"
coba deh perhatikan gerak tubuh lawan bicara apa terlihat gerakan tidak nyaman,
kalo lawan bicara sudah memperlihatkan gerak tubuh yang tidak nyaman ya mbok
stop bertanya tentang kapan, daripada dapat jawaban tidak mengenakkan,
mendingan pinter-pinter melihat gerakan tubuh.
Goleman (2006)
kecerdasan sosial memiliki dua komponen yaitu kesadaran sosial dan fasilitas
sosial.
Kesadaran sosial terdiri dari empati dasar yaitu kemampuan
membaca isyarat non verbal yang diberikan orang lain.
Penyelarasan merupakan kemsmpusn mendengarkan dan
memerhatikan secara penuh apa yang disampaikan oleh orang lain dan hanya fokus
pada lawan bicara serta memberikan respon yang sesuai.
Mbok setelah bertanya "kapan" pernahkah kamu
menanyakan gimana perasaan kamu kalau orang terus bertanya kapan? Coba
dengarkan jawaban dari orang itu. Tapi ini jarang dilakukan umumnya setelah
bertanya kapan malah membahas yang lain atau malah bermain hape atau bahkan
meledek, (miris karena cenderung hanya kepoooooo)
Ketepatan empatik yaitu kemampuan memahami pikiran dan
perasaan orang lain melalui bahasa non verbal
Kognisi sosial kemampua
memahami dalam memilih hal apa yang tepat untuk dilakuksn dalsm situssi
yang berbeda walaupun tidak ada aturan tertulis. Sudah tau kan pertanyaan
"kapan" itu sensitif ya jangan di tanyakan terus menerus, ntar di
balik loh kapan kamu mati pasti marahkan ya,
credit by google |
Wong pertanyaan "kapan" itu hanya Sang Pencipta
yang tau jawabannya.... Manusia hanya bisa berusaha saja .
Hahhahhaha tulisan ini hasil diskusi bersama yang
terkasih, inspirasi tulisan ini di kantin Stikosa AWS setelah menyantap Intel
(indomie pake telor) makasih kawan, pertemuan yang selalu berkesan.
Akhir kata, semoga artikel ini bermanfaat paling tidak
pembaca bisa menempatkan waktu yang tepat untuk bertanya "kapan"
ingat antara perduli dan kepo itu bedanya tipis banget, mirip dengan cinta atau benci .
Semangat menulis, semangat berbagi.
Sangat membantu menjawab pertanyaan teka teki selama ini. Terimakasih penulis :)
BalasHapusSemoga artikelnya bermanfaat 😁 tetap semangat
Hapus